Wednesday 16 July 2008

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)


Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) plus merupakan sistem yang kemudian menjadi icon corporate sosial responsibility Perum Perhutani, bergulir menjadi sebuah perubahan di sepanjang batas hutan. Dana segar yang mengalir ke desa hutan dari dana sharing hasil produksi, bernilai milyaran rupiah. Wilayah pangkuan hutan dibagi habis dalam wengkon desa yang 100 % dapat mereka akses dan manfaatkan sebagai medium budidaya.

Tumbuhnya kesadaran pemerintah daerah dalam memandang masyarakat desa hutan sebagai bagian dari tanggungjawabnya, mengalirkan APBD yang juga bernilai puluhan milyar rupiah. Akhirnya, harus jujur diakui bahwa di beberapa tempat, implementasi PHBM telah menjadi stimulator bagi meningkatnya keberdayaan masyarakat desa hutan yang ditunjukkan dengan kemandirian dalam membangun sarana fisik maupun non fisik, berkembangnya kreativitas sosial dan ekonomi dalam berbagai sisi kehidupan masyarakat desa hutan, meningkatkan kemampuan memotret diri dan berjalannya proses kematangan demokrasi berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal serta terjaganya kelestarian dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

Keberhasilan implementasi PHBM berpotensi untuk memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi upaya mewujudkan cita-cita bangsa dan negara, khususnya percepatan pembangunan masyarakat di sekitar hutan. Sumbangan tersebut berupa munculnya 3 sumber energi sebagai dampak dari implementasi PHBM yang dapat digunakan LMDH dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai Motor Penggerak Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan. Ketiga sumber energi tersebut adalah :
  • Dana Sharing Hasil Produksi Perum Perhutani sebesar 25 % (sesuai ketentuan berlaku)
  • Optimalisasi Ruang Kelola (wilayah hutan yang masuk dalam wengkon Desa)
  • Sinergi Kelembagaan Multi Pihak (Pemerintah Daerah, LSM, Dunia Usaha, Dunia Pendidikan).
Dengan sumber energi tersebut, LMDH tampil sebagai kekuatan baru di sepanjang batas hutan dan membangun kebersamaan sinergis untuk mewujudkan desa hutan yang maju, mandiri dan sejahtera. Namun demikian, keberhasilan implementasi PHBM masih bersifat sporadis dan muncul tidak merata di sepanjang batas hutan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
  • Tidak meratanya pemahaman internal Perhutani di hampir semua tingkatan manajemen dalam memandang implementasi PHBM sebagai sebuah tuntutan zaman yang tidak terelakan dan merupakan bentuk sumbangsih Perhutani sebagai bagian dari warga bangsa dalam upaya mewujudkan cita-cita bersama.
  • Masih terdapat keraguan dan keenganan multi pihak untuk secara serius menjadikan implementasi PHBM sebagai solusi tepat bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Khususnya pemerintah daerah yang belum secara cerdas menangkap peluang implementasi PHBM ini sebagai bagian integral dari program pembangunan wilayah dan prioritas pembangunan. Akibatnya, Perhutani terkesan dibiarkan sendiri dalam mengimplementasikan PHBM tersebut, sehingga sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil akhirnya.
  • Potensi sumberdaya hutan dan sumberdaya manusia yang dimiliki desa hutan sangat beragam dan spesifik lokalita, sehingga menghasilkan dampak yang beragam pula. Sementara itu, penggalian dan penyusunan database potensi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia masih jarang dilakukan. Disamping itu, sifat spesifik lokalita desa hutan tersebut, juga menghasilkan potensi konflik yang spesifik dan memerlukan perlakuan yang spesifik pula. Padahal, sumberdaya manusia yang dimiliki Perhutani, khususnya di lapangan (frontline), tidak dibekali kemampuan khusus untuk dapat mengelola konflik yang ada.
Menyadari bahwa LMDH memiliki peran yang sangat vital dalam implementasi PHBM, maka perlu kiranya mengelola kelembagaan tersebut dengan sangat serius. Sebenarnya, LMDH adalah aset kekuatan eksternal yang “dimiliki” Perhutani dalam uapaya mencapai Visi dan Misi perusahaan serta tercapainya tujuan PHBM. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
  • Memperluas akses dan membentuk jaringan komunikasi antar LMDH sampai pada tingkatan yang dapat menyuarakan kepentingan-kepentingan MDH di tingkat Nasional. Saat ini, memang terdapat paguyuban-paguyuban LMDH sampai tingkat Propinsi, tetapi paguyuban tersebut belum mampu menyuarakan kepentingan LMDH di tingkat Nasional. Sehingga, kesan yang muncul adalah LMDH hanyalah organisasi tingkat lokal yang tidak akan membawa pengaruh pada tataran regional maupun nasional. Padahal faktanya, lebih dari 5.000 LMDH nantinya, akan sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangunan wilayah dan akumulasinya tentu akan sangat berpengaruh pada tataran sosial politik nasional.
  • Melakukan pengawalan secara terus menerus terhadap LMDH dalam mengemban amanah peran dan fungsinya sebagai Motor Penggerak Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan. Pengawalan ini dapat dilakukan oleh institusi independent yang secara khusus dan terus menerus mendorong proses pemberdayaan dan kemandirian LMDH, baik dalam hal kelembagaan maupun kewirausahaan, serta mengupayakan terbentuknya kebersamaan yang sinergis multi pihak dalam implementasi PHBM.
  • Memperkuat jiwa korsa LMDH sebagai organisasi masyarakat yang memiliki kesamaan visi, misi dan arah perjuangan, yakni memperjuangkan terwujudnya Hutan Lestari dan Masyarakat Desa Hutan Sejahtera.

No comments:

Post a Comment