Monday 24 August 2009

PROGRAM KERJA PAGUYUBAN LMDH JAWA TENGAH

PROGRAM KERJA
PAGUYUBAN LMDH JAWA TENGAH
TAHUN 2005 – 2009

Melakukan-hal-hal yang sangat kecil dan terus menerus, selalu lebih baik ketimbang melambungkan angan-angan
di awang-awang seperti, juga melakukan dan belum berhasil selalu lebih baik daripada bersuara nyaring saja

Secara umum ada 4 (empat) Program Paguyuban LMDH Jawa Tengah, yaitu :
1. Program yang berkaitan dengan upaya mendorong gerakan menuju cara pikir Hutan Untuk Keberlanjutan Kehidupan
2. Program untuk mendukung gerakan pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan
3. Program untuk mendukung proses - proses penguatan dan pengembangan kelembagaan LMDH
4. Program untuk mendukung gerakan pembangunan desa hutan

Garis besar program Paguyuban LMDH Jawa Tengah, di bagi dalam 5 (lima) program strategis, yaitu :
Belajar Bersama (Studi kolaboratif)
Yaitu sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya pengurus, anggota, dan relawan LMDH, sehingga memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mengembangkan dan memandirikan LMDH
Dialog kebijakan
Bertujuan untuk mengkomunikasikan “kepentingan” Pelestarian sumberdaya hutan dan pemberdayaan masyarakat desa hutan pada level kebijakan di semua tingkatan.
Kampanye Hutan Untuk Keberlanjutan Kehidupan
Program ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan cara pikir “Forest is appart of our live” (Hutan adalah bagian dari kehidupan kita) pada kehidupan masyarakat Jawa Tengah, sehingga pelestarian sumberdaya hutan menjadi kebutuhan bagi setiap warga masyarakat
Mbangun desa
Program yang bertujuan untuk membangun gerakan pembangunan desa hutan Jawa Tengah
LMDH Mandiri
Adalah program yang dirancang untuk mendukung upaya-upaya penguatan kelembangan dan pengembangan LMDH, melalui perencanaan strategis yang partisipatif dan aplikatif

Bidang Organisasi :
1. Tersusun Anggaran Rumah Tangga GUGAH JATENG
2. Memiliki legalitas formal yang diakui oleh Pemerintah dan Pihak lain
3. Terlaksana Evaluasi dan perencanaan kegiatan setiap tahun
4. Terselenggara Rapat pengurus setidaknya sekali dalam 3 (tiga) bulan
5. Tersedia secretariat dan tenaga fulltimer yang professional serta sarana dan prasarana secretariat yang memadai
6. Tersedia sumberdana rutin GUGAH JATENG

Bidang Program
1. Ditandatanganinya kerjasama untuk Peningkatan Sumberdaya Manusia LMDH antara GUGAH JATENG, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
2. Terbentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) setidaknya di 20 (dua puluh) LMDH
3. Gerakan Hutan Untuk Rakyat dan Ekosistem melalui Pengembangan Hutan rakyat di desa-desa hutan di Jawa Tengah
4. Terselenggaranya Program Pembelajaran Pendidikan Non Formal di LMDH :
Ä Pendidikan Keaksaraan Fungsional bagi warga LMDH yang Buta Aksara
Ä Pendidikan Kesataraan (Paket A,B,dan C)
Ä Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Desa Hutan
Ä Pendidikan Ketrampilan Hidup (Life Skill)
Ä Taman Bacaan Masyarakat
5. Terlaksana kegiatan belajar bersama antar Paguyuban LMDH tingkat KPH di 10 (sepuluh) KPH
6. Terdokumentasinya 5 tahun implementasi PHBM di Jawa Tengah dalam bentuk buku dan VCD
7. Terselenggara Jambore LMDH Jawa Tengah yang kedua
8. Terbangun Unit Usaha GUGAH JATENG (Koperasi) yang berbasis pada produk-produk LMDH
9. Terjalin kerjasama antara Koperasi GUGAH Jateng dengan Koperasi yang bergerak di bidang yang sama (Koperasi Departemen Kehutanan, Koperasi Karyawan Perhutani, dll)
10. Terjalin kerjasama kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dengan LMDH
11. Adanya kontribusi GUGAH JATENG dalam berbagai kebijakan public yang berkaitan dengan sumberdaya hutan dan masyarakat desa hutan
12. Terinventarisasi model-model pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yang dikembangkan oleh berbagai LMDH di Jawa Tengah
13. Terlaksana refleksi dan evaluasi serta upaya perbaikan implementasi PHBM di satu wilayah RPH untuk setiap KPH di Jawa Tengah bersama Perum Perhutani dan Pemerintah Daerah setempat
14. GUGAH Jateng terlibat aktif dalam berbagai forum dan Jaringan yang bergerak di bidang Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan Desa dan Pelestarian Sumberdaya Hutan

Tentang Paguyuban LMDH

KERANJANG MASALAH DAN TANTANGAN
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

UMUM
1. Belum ada payung hukum PHBM di tingkat Kabupatan, baik Peraturan Daerah dan atau Surat Keputusan Bupati. Sehingga kemajuan PHBM di suatu daerah sangat tergantung pada sosok/figure kepala daerah.
2. Pemerintah daerah belum menganggap pembangunan Kehuatanan sebagai issue strategis yang harus mendapatkan prioritas
3. Sebagian besar Forum Komunikasi PHBM (mulai dari tingkat desa sampai di tingkat propinsi) belum efektif (kalau tidak boleh di bilang tidak berfungsi)
4. PHBM belum menjadi “rohnya” pengelolaan sumberdaya hutan oleh petugas Perhutani pada semua tingkatan. (Di Unit masih bertumpu pada Seksi PBHM dan Binlink, di KPH “hanya” oleh KSS PHBM dan Binling)
5. Pendekatan kelembagaan (LMDH) dengan Akte Notaris sebagai badan hukumnya, menimbulkan potensi konflik antara LMDH dengan Pemerintahan Desa.
6. Belum ada kebijakan yang mengatur sharing antara kawasan hutan Produksi dengan kawasan hutan lindung
7. Belum ada pengaturan yang jelas mengenai petak pangkuan (luas dan batas territorial pangkuan hutan suatu desa)
8. Sebagian besar,belum terbangun sinergi dalam impelementasi PHBM antara Pemerintah Daerah dengan Perum Perhutani
9. Kesan yang sangat kental (sebagian besar merupakan realita), Proses pembentukan LMDH lebih banyak di inisiasi oleh petugas Perum Perhutani dan berorietasi pada target kuantitatif, ketimbang berdasarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat serta berorientasi pada kualitas LMDH
10. Perum Perhutani selalu menjadi “Kambing Hitam” atas persoalan Kemiskinan desa hutan dan berbagai bencana alam (Banjir, longsor, kekeringan,dll)


DITINGKAT PERHUTANI
1. Masih banyaknya “oknum” petugas Perum perhutani yang tidak mau tahu PHBM dan yang setengah hati dalam mengimplementasikan PHBM
2. PHBM belum menjadi “rohnya” pengelolaan sumberdaya hutan oleh petugas Perhutani pada semua tingkatan. (Di Unit masih bertumpu pada Seksi PBHM dan Binlink, di KPH “hanya” oleh KSS PHBM dan Binling)
3. Lemahnya kemampuan petugas Perhutani (Asper kebawah), dalam hal :
Ë Berkomunikasi dengan masyarakat
Ë Berkoordinasi dengan stakeholder lain
Ë Pengkajian Desa Partisipatif (PDP)
Ë Memahami kebijakan top manajemen
4. Sangat sedikit keberanian petugas Perhutani ditingkat bawah dalam berinovasi/berkreasi untuk kemajuan perusahaan dan kesejahteraan masyarakat
5.

DITINGKAT DESA
1. Masalah umum desa hutan yang bergelut dengan K3 (kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan) :
… Sebagian besar keluarga di desa hutan adalah keluarga miskin
… Berpendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (bahkan masih banyak buta aksara)
… Tidak memiliki ketrampilan hidup (live skill). Ketrampilan yang umumnya dimiliki adalah ketrampilan konvensional yang diperoleh dari keluarga (merumput, merencek, bertani tradisional)
… Banyak pengangguran
… Banyak terjadi urbanisasi ke kota-kota besar
… Sebagian besar merupakan desa dengan kategori desa miskin dan atau desa tertinggal (infrastrukturnya sangat kurang)
… Pendapatan Asli Desa sangat kecil

2. Masyarakat desa terutama pemuda cenderung untuk bekerja dari pada berwirausaha
3. Sebagian besar pendapatan (gaji/bengkok) aparat desa sangat kecil (sebagian diantaranya bahkan tidak memiliki bengkok/janggolan)
4. Perhatian pemerintah desa terhadap pengurusan sumberdaya hutan sangat kurang (terutama pada desa-desa di hutan lindung) pengurusan sumberdaya hutan dianggap sebagai tanggungjawabnya Perhutani
5. Pengurusan sumberdaya hutan belum menjadi bagian dari pembangunan desa hutan
6. Pemerintah desa belum merasa menikmati hasil hutan
7. Semangat gotong royong yang sudah mulai terkikis dan tergantikan dengan budaya “proyek” baik ditingkat pemerintahan desa maupun ditingkat masyarakat
8. Budaya serba instans. Melakukan dan harus langsung menikmati hasilnya


MASALAH DI TINGKAT LMDH
1. Lemahnya Pengetahuan dan Ketrampilan Pengurus LMDH dalam hal :
‚ penjajagan kebutuhan masyarakat (Community Need Assesment)
‚ menyusun rencana kegiatan (action plan)
‚ menyusun proposal kegiatan/program
‚ tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving)
‚ mengelola keuangan (Fundraising)
‚ mendokumentasikan kegiatan LMDH
‚ monitoring dan evaluasi program.kegiatan
2. LMDH belum menjadi “lembaga masyarakat” yang mengakar
€ Seolah-olah masih menjadi milik Perum Perhutani.
€ Sebagian besar masih tergantung pada program Perhutani (Kegiatan dlam kawasan)
€ Sebagian besar belum ber sinergi dengan dinas/lembaga lain
3. Mayoritas LMDH belum memiliki unit usaha untuk membiayai program dan kegiatan-kegiatannya.
4. Mayoritas LMDH masih menjadikan “Sharing” (pembagian hasil hutan) sebagai “goal” pendirian LMDH. Akibatnya, No Sharing No Aktifity
5. Adanya kasus-kasus sharing yang tidak di “share” ke anggota LMDH
6. Adanya kasus-kasus dominasi elit desa dalam kelembagaan LMDH (yang berorientasi pada keuntungan pribadi)
7. LMDH seolah (dan sebagian diantaranya) menjadi kelembagaan di desa yang terpisah dari Pemerintahan Desa
8. Sebagian besar kegiatan LMDH masih seputar kegiatan dalam kawasan
9. LMDH = Pengurus

MASALAH DITINGKAT PAGUYUBAN
1. Belum memiliki data based yang lengkap yang dapat memtotret secara jelas profil LMDH, profile desa hutan dan profile hutan pangkuan di setiap desa
2. Masih belum ada kesepakatan dan kejelasan mengenai peran dan fungsi paguyuban
3. Belum dirumuskan struktur organisasi dan tata kerja antar paguyuban (Paguyuban LMDH Kabupaten,KPH,dan Unit)
4. Belum memiliki secretariat dan tenaga fulltimer yang professional untuk mengelola paguyuban
5. Lemahnya kemampuan pengurus paguyuban dalam manajemen organisasi
6. Seperti LMDH, paguyuban LMDH masih identik dengan Perhutani, ketimbang sebagai sebuah organisasi masyarakat yang menjadi bagian dari stakeholder daerah
7. Belum memiliki sumber dana rutin

Profil Gugah Jateng

Bersama : Memberdayakan Masyarakat, Membangun Desa
dan Melestarikan Sumberdaya Hutan

LATAR BELAKANG

Sejalan dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar - besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan.

Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, tetapi negara membei wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan dibidang kehutanan.

Pemanfaataan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebih optimal.
Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek - praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan hutan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan serta berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumberdaya manusia berkualitas bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan. Namun demikian dalam penyelenggaraan pengembangan sumberdaya manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, wajib memperhatikan kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat.
Dikutip dari penjelasan umum UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Amanat Undang-Undang 41 tahun 1999, telah di sikapi oleh Perum Perhutani sebagai Perusahaan yang diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengelola Sumberdaya Hutan dengan perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya hutan dari Stated Based Forest Managemen (berbasis negara) ke Community Based Forest Managemen (Berbasis masyarakat). Dari Timber Managemen (kayu) ke Forest Resources Managemen (Sumberdaya hutan).
Perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya hutan tersebut, telah di implementasikan dalam sistem Pengelolaan Hutan yang di sebut Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), dengan Surat Keputusan Nomor 136/kpts/Dir/2001. Yaitu, sebuah sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang bersifat kolabrotasif (bersama) antara perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terutama dengan masyarakat desa hutan.
Sistem PHBM, kemudian juga di jadikan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan di Jawa Tengah dengan di terbitkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor 24 tahun 2001, yang ditetapkan di Semarang pada tanggal 22 September 2001 oleh Gubernur Jawa Tengah, bapak Mardiyanto dan diundangkan di Semarang pada tanggal 26 September 2001, serta dimasukkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah tahun 2001 nomor 43.
Keputusan Gubernur Jawa Tengah ini, selanjutnya menjadi payung kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang memiliki luas hutan 646. 474 (Enam ratus empat puluh enam ribu empat ratus tujuh puluh empat) hektar, dengan jumlah desa yang secara administratif memiliki wilayah hutan negara sebanyak 2059 (dua ribu lima puluh sembilan)

Perum Perhutani unit I Jawa Tengah, telah menindaklanjuti kebijakan Direksi, dengan diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Nomor 2142/KPTS/I/2002 tanggal 13 Desember 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah.

Dalam Surat Keputusan tersebut dijelaskan, salah satu kegiatan dalam pelaksanaan PHBM adalah Pembentukan Kelembagaan Masyarakat Desa Hutan (BAB V Pasal 8), yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Sebuah lembaga masyarakat yang mandiri yang dalam setiap aktifitasnya berprinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Dengan demikian LMDH pada hakekatnya merupakan :
1. Wahana untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya hutan dan pemberdayaan masyarakat desa hutan serta wahana pengambilan keputusan bersama untuk mencapai kebaikan bersama (common goods)
2. Wahana pembelajaran, saling asah, saling asih, saling asuh, baik antara pengurus LMDH maupun antara masyarakat dengan masyarakat (learning organisation)
3. Wahana untuk memobilisasi sumberdaya individu (pooling of resources), baik berupa tenaga, pikiran, dana/material, menjadi suatu sinergi untuk mencapai tujuan bersama
4. Wahana untuk berinteraksi dengan para stakeholders, dalam rangka pelestarian sumberdaya hutan, pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa hutan

Karena itulah pada saat Jambore LMDH Jawa Tengah tanggal 15 - 17 Desember 2004, di Bumi Perkemahan Baturaden Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah, para pengurus LMDH se Jawa Tengah bersepakat membentuk Paguyuban LMDH Jawa Tengah sebagai wadah untuk bersama : Memberdayakan masyarakat, membangun desa dan melestarikan sumberdaya hutan.

Kesepakatan Baturaden, kemudian di tindaklanjuti dengan pertemuan LMDH Jawa Tengah pada tanggal 12 Januari 2005 di Semarang, yang menghadirkan “sosok” Paguyuban LMDH Jawa Tengah sebagai berikut :

VISI
Menjadi Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang mengakar dan mandiri, mampu menggugah dan berperan nyata dalam pemberdayaan masyarakat, pembangunan desa dan pelestarian sumberdaya hutan dalam semangat kebersamaan

MISI
Mendorong gerakan pemberdayaan masyarakat desa hutan secara terpadu dan mendukung proses - proses penguatan dan pengembangan kelembagaan LMDH melalui pembelajaran bersama, pengelolaan hutan lestari, pengelolaan data dan informasi, penguatan kapasitas, pengembangan usaha, dan jejaring kemitraan

TUJUAN
Meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat desa hutan
Mempelopori pengembangan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat
Membangun dan memperkuat pangkalan data yang mampu merekam seluruh aktifitas LMDH
Memfasilitasi arus dan pertukaran energi (pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dll) antar LMDH dan antara LMDH dengan stakeholders lain
Mengembangkan usaha kecil dan membangun jejaring usaha antar LMDH dan antara LMDH dengan dunia usaha
Mendorong upaya penguatan LMDH
Mengkampanyekan pembangunan desa hutan
DAFTAR NAMA
PENGURUS PAGUYUBAN LMDH JAWA TENGAH
PERIODE 2005 – 2009

Dewan Pengarah :
1. Ir. Dwi Wijtahyono
2. Ir. Sumiyarso
3. Ir. Eddy Djanad

Pengurus Harian :

Jabatan
Nama
Alamat
Ketua
Muhamad Adib
Banyumas Timur
Wakil Ketua
Agus Suryo
Kendal
Sekretaris
M. A. Triono
Cepu