Monday 24 August 2009

Tentang Paguyuban LMDH

KERANJANG MASALAH DAN TANTANGAN
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

UMUM
1. Belum ada payung hukum PHBM di tingkat Kabupatan, baik Peraturan Daerah dan atau Surat Keputusan Bupati. Sehingga kemajuan PHBM di suatu daerah sangat tergantung pada sosok/figure kepala daerah.
2. Pemerintah daerah belum menganggap pembangunan Kehuatanan sebagai issue strategis yang harus mendapatkan prioritas
3. Sebagian besar Forum Komunikasi PHBM (mulai dari tingkat desa sampai di tingkat propinsi) belum efektif (kalau tidak boleh di bilang tidak berfungsi)
4. PHBM belum menjadi “rohnya” pengelolaan sumberdaya hutan oleh petugas Perhutani pada semua tingkatan. (Di Unit masih bertumpu pada Seksi PBHM dan Binlink, di KPH “hanya” oleh KSS PHBM dan Binling)
5. Pendekatan kelembagaan (LMDH) dengan Akte Notaris sebagai badan hukumnya, menimbulkan potensi konflik antara LMDH dengan Pemerintahan Desa.
6. Belum ada kebijakan yang mengatur sharing antara kawasan hutan Produksi dengan kawasan hutan lindung
7. Belum ada pengaturan yang jelas mengenai petak pangkuan (luas dan batas territorial pangkuan hutan suatu desa)
8. Sebagian besar,belum terbangun sinergi dalam impelementasi PHBM antara Pemerintah Daerah dengan Perum Perhutani
9. Kesan yang sangat kental (sebagian besar merupakan realita), Proses pembentukan LMDH lebih banyak di inisiasi oleh petugas Perum Perhutani dan berorietasi pada target kuantitatif, ketimbang berdasarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat serta berorientasi pada kualitas LMDH
10. Perum Perhutani selalu menjadi “Kambing Hitam” atas persoalan Kemiskinan desa hutan dan berbagai bencana alam (Banjir, longsor, kekeringan,dll)


DITINGKAT PERHUTANI
1. Masih banyaknya “oknum” petugas Perum perhutani yang tidak mau tahu PHBM dan yang setengah hati dalam mengimplementasikan PHBM
2. PHBM belum menjadi “rohnya” pengelolaan sumberdaya hutan oleh petugas Perhutani pada semua tingkatan. (Di Unit masih bertumpu pada Seksi PBHM dan Binlink, di KPH “hanya” oleh KSS PHBM dan Binling)
3. Lemahnya kemampuan petugas Perhutani (Asper kebawah), dalam hal :
Ë Berkomunikasi dengan masyarakat
Ë Berkoordinasi dengan stakeholder lain
Ë Pengkajian Desa Partisipatif (PDP)
Ë Memahami kebijakan top manajemen
4. Sangat sedikit keberanian petugas Perhutani ditingkat bawah dalam berinovasi/berkreasi untuk kemajuan perusahaan dan kesejahteraan masyarakat
5.

DITINGKAT DESA
1. Masalah umum desa hutan yang bergelut dengan K3 (kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan) :
… Sebagian besar keluarga di desa hutan adalah keluarga miskin
… Berpendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (bahkan masih banyak buta aksara)
… Tidak memiliki ketrampilan hidup (live skill). Ketrampilan yang umumnya dimiliki adalah ketrampilan konvensional yang diperoleh dari keluarga (merumput, merencek, bertani tradisional)
… Banyak pengangguran
… Banyak terjadi urbanisasi ke kota-kota besar
… Sebagian besar merupakan desa dengan kategori desa miskin dan atau desa tertinggal (infrastrukturnya sangat kurang)
… Pendapatan Asli Desa sangat kecil

2. Masyarakat desa terutama pemuda cenderung untuk bekerja dari pada berwirausaha
3. Sebagian besar pendapatan (gaji/bengkok) aparat desa sangat kecil (sebagian diantaranya bahkan tidak memiliki bengkok/janggolan)
4. Perhatian pemerintah desa terhadap pengurusan sumberdaya hutan sangat kurang (terutama pada desa-desa di hutan lindung) pengurusan sumberdaya hutan dianggap sebagai tanggungjawabnya Perhutani
5. Pengurusan sumberdaya hutan belum menjadi bagian dari pembangunan desa hutan
6. Pemerintah desa belum merasa menikmati hasil hutan
7. Semangat gotong royong yang sudah mulai terkikis dan tergantikan dengan budaya “proyek” baik ditingkat pemerintahan desa maupun ditingkat masyarakat
8. Budaya serba instans. Melakukan dan harus langsung menikmati hasilnya


MASALAH DI TINGKAT LMDH
1. Lemahnya Pengetahuan dan Ketrampilan Pengurus LMDH dalam hal :
‚ penjajagan kebutuhan masyarakat (Community Need Assesment)
‚ menyusun rencana kegiatan (action plan)
‚ menyusun proposal kegiatan/program
‚ tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving)
‚ mengelola keuangan (Fundraising)
‚ mendokumentasikan kegiatan LMDH
‚ monitoring dan evaluasi program.kegiatan
2. LMDH belum menjadi “lembaga masyarakat” yang mengakar
€ Seolah-olah masih menjadi milik Perum Perhutani.
€ Sebagian besar masih tergantung pada program Perhutani (Kegiatan dlam kawasan)
€ Sebagian besar belum ber sinergi dengan dinas/lembaga lain
3. Mayoritas LMDH belum memiliki unit usaha untuk membiayai program dan kegiatan-kegiatannya.
4. Mayoritas LMDH masih menjadikan “Sharing” (pembagian hasil hutan) sebagai “goal” pendirian LMDH. Akibatnya, No Sharing No Aktifity
5. Adanya kasus-kasus sharing yang tidak di “share” ke anggota LMDH
6. Adanya kasus-kasus dominasi elit desa dalam kelembagaan LMDH (yang berorientasi pada keuntungan pribadi)
7. LMDH seolah (dan sebagian diantaranya) menjadi kelembagaan di desa yang terpisah dari Pemerintahan Desa
8. Sebagian besar kegiatan LMDH masih seputar kegiatan dalam kawasan
9. LMDH = Pengurus

MASALAH DITINGKAT PAGUYUBAN
1. Belum memiliki data based yang lengkap yang dapat memtotret secara jelas profil LMDH, profile desa hutan dan profile hutan pangkuan di setiap desa
2. Masih belum ada kesepakatan dan kejelasan mengenai peran dan fungsi paguyuban
3. Belum dirumuskan struktur organisasi dan tata kerja antar paguyuban (Paguyuban LMDH Kabupaten,KPH,dan Unit)
4. Belum memiliki secretariat dan tenaga fulltimer yang professional untuk mengelola paguyuban
5. Lemahnya kemampuan pengurus paguyuban dalam manajemen organisasi
6. Seperti LMDH, paguyuban LMDH masih identik dengan Perhutani, ketimbang sebagai sebuah organisasi masyarakat yang menjadi bagian dari stakeholder daerah
7. Belum memiliki sumber dana rutin

No comments:

Post a Comment